Tuesday, June 30, 2009

Silahkan Menangis

Lelaki yg Dicintai Istriku

awalnya kehidupan pernikahan kami baik baik saja. meskipun setelah beberapa bulan menikah, kami sering mengalami konflik, tapi Reva tampak baik dan menuruti kemauanku.

kami tidak pernah bertengkar hebat. ia cenderung diam dan menuruti apa kataku. kemudian, melalui hari hari seolah seolah perkelahian tadi tidak menjadi persoalan besar dan tidak pernah terjadi sebelumnya.

dia kadang bermanja padaku dan memintaku menciumnya setiap 2 kali sehari. setiap pagi dan malam. aku sempat heran memang, karena waktu kami berpacaran dia tidak pernah menciumku dan aku pikir memang dia bukan org yg romantis. jadi tak memerlukan hal seperti itu untuk mengungkapkan kasih sayangnya kepadaku.

kami jarang sekali ngobrol. jika ada suatu hal yg sangat penting saja, baru kami berdua akan ngobrol. jika hari libur, dia lebih suka menghabiskan waktunya dengan teman temannya. walaupun aku kadang merasa sedih, jika dia lebih memilih menghabiskan waktunya hanya dengan teman temannya daripada bercerita dan bercanda denganku.

aku mengira rumah tangga kami baik baik saja saat itu, hingga suatu ketika Reva dinyatakan mengidap penyakit Leukimia sampai ia harus di rawat di RS. pada saat masih di ICU, seorang laki laki datang kepadaku. namanya Ryan, teman kuliah Reva dulu.

Ryan tak setampan aku, dia terlihat begitu sederhana. dia mempunyai mata yg indah menurutku. wajahnya gagah berkesan seperti seorang pelindung wanita yg sejati. setiap orang, laki laki maupun perempuan bahkan serangga sekalipun akan terkagum kagum saat melihat nya berbicara.

Ryan bercerita bahwa dia adalah teman Reva semasa kuliah dulu. kemudian mereka pisah saat telah sarjana dan lulus kuliah. Reva lebih memilih menjadi seorang ibu rumah tangga, dan Ryan memilih sebagai pemimpin bagian Advertising di sebuah perusahaan iklan.

yg kemudian, mereka dipertemukan kembali setelah 6 bulan tidak bertemu. aku mencoba mengingat kembali 6 bulan yg lalu itu. aku baru sadar, sejak itulah Reva mulai sering bermanja manja padaku, sering menciumku, dan mengatakan bahwa ia mencintaiku dengan segenap perasaannya. tapi disaat lain, dia lebih suka tidak memberi kabar padaku saat aku bekerja dikantor atau sedang keluar kota. jika aku menghubungi HP nya, dia tidak pernah mengangkat telfonku. bahkan, aku pernah mengatakan padanya, jika rindu padaku dia boleh kapan saja menelfonku saat bekerja. namun, tak sekalipun ia pernah menelfonku. saat aku menanyakan alasannya apa, dia mengatakan bahwa takut mengganggu pekerjaanku.

suatu saat, Ryan pernah datang ke RS dengan tujuan ingin menjenguk Reva. aku saat itu sedang kesal, karena Reva tidak juga mau aku suapi. Ryan masuk kamar dengan suara riang dan menyapa.

"Hai Mario, kenapa anak sulungmu yg satu ini? tidak mau makan ya? dasar anak nakal, sini piringnya". Ryan mengajak Reva bercerita sambil terus menyuapinya. tiba tiba saja, sepiring nasi tadi sudah habis ditangannya. dan aku baru sadar, Reva mendadak berubah menjadi seorang seperti anak gadis umur 5 tahun yg sedang bercanda dengan ayahnya. Reva memandangi wajah Ryan, seolah sedang mengagumi ceritanya, tapi aku merasa bukan ceritanya yg dikagumi oleh Reva. aku tidak pernah melihat tatapan cinta yg keluar dari sepasang mata Reva yg begitu dalam seperti itu saat menatapi wajah Ryan.

hatiku terasa sakit, lebih sakit ketika ia tidak mau memakan masakan yg aku buatkan untuknya semasa ia sedang terbaring lemah. lebih sakit daripada saat aku terus mencoba menghubungi HP nya dan khawatir tentang keadaannya dan dia tidak pernah mengabariku saat aku keluar kota. lebih sakit daripada saat ia memunggungiku dan tidak mau mencumbuiku saat pertama kali kami menjalin hubungan.

aku pernah berkata padanya, agar jangan selalu menghubungi Ryan, karena aku tak suka. aku sungguh takut kehilangan Reva. namun, Reva terlihat sangat terkekang jika tidak sehari saja mengobrol dengan Ryan atau bahkan saling mengirimi e-mail.

tapi aku tidak pernah bisa marah juga kepada Ryan. Ryan begitu baik, dia kadang membawakan sekotak donat untukku dan Reva. membawakan kami buah buahan. dan selalu bisa membuat Reva begitu bahagia. aku bisa merasakan, betapa bahagianya Reva saat berbicara dengan Ryan. mereka saling menghina dan tertawa bahagia. aku bahkan sampai lupa, kapan terakhir kali aku bercanda seperti itu dengan Reva. aku sampai ingat sepatah kalimat, "org yg mencintaimu, jarang sekali memujimu tapi dalam hatinya hanya kamu yg terbaik."

aku hanya pasrah saja saat itu.

aku tidak pernah bertanya kepada istriku, apakah dia mencintai Ryan? karena tanpa bertanya pun aku sudah tau, apa yg bergejolak dihatinya.

keadaanku semakin gundah. baru saja, aku membaca surat elektronik dari Ryan. mereka terlihat mesra. namun, mungkin bagi orang lain itu hanyalah sebuah candaan. siapa yg tak miris hatinya jika melihat istrinya bermesraan dengan org lain walaupun itu hanya candaan?

akhirnya, aku baru menyadari bahwa Reva tidak pernah mencintaiku. aku dulu memintanya menikah denganku, karena aku takut dia diambil oleh org lain. namun ternyata memang dia tidak pernah menginginkan aku menjadi suaminya.

betapa tidak berharganya aku, tidakkah dia tau bahwa aku seorang suami yg memerlukan kasih sayang seorang istri juga? kenapa dia tidak mengatakan saja bahwa ia tidak pernah mencintaiku dan tidak pernah menginginkan ku? itu lebih aku hargai daripada ia hanya diam saja dan mengangguk saat aku melamarnya dulu.

Reva terus menerus sakit sakitan, dan aku tetap merawatnya dengan setia. biarlah dia mencintai lelaki itu terus didalam hatinya. dengan pura pura tidak tahu, aku sudah membuatnya bahagia dengan mencintai lelaki itu. kebahagiaan Reva adalah kebahagiaan ku juga, karena aku akan selalu mencintainya.

0 bla bla bla:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.